Jumat, 27 Maret 2009

tugas artikel


Perempuan di Perspektif Parlemen

Oleh  Astrie Arifani Lubis

 

Pemilihan umum sudah di depan mata. Masyarakat Indonesia dihadapkan pada pesta demokrasi yang berlangsung bulan depan. Di awali dengan pemilihan calon legislatif dan partai kemudian diakhiri dengan pemilihan presiden dan wakilnya. Siapapun calon legislatif dan presiden yang terpilih dalam pemilu nanti diharapkan benar-benar mewakili aspirasi rakyat bukan hanya sekedar janji belaka. Untuk pemilihan calon legislatif perempuan mendapat jatah 30 % dari jatah kursi yang ada, namun menurut keputusan Mahkamah Agung keputusan tentang caleg perempuan berubah menjadi sistem suara terbanyak, siapa yang mendapat suara terbanyak dialah yang terpilih. Selanjutnya menurut Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang Undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD yang baru semakin memberikan jaminan peluang bagi peningkatan keterwakilan perempuan di kancah politik, namun disisi lain juga memberikan tantangan bagi perempuan untuk menyakinkan kepada masyarakat maupun partai politik bahwa mereka layak untuk mengisi peluang dan siap berkompetisi dengan kaum laki-laki.

Keberadaan perempuan di kancah politik bukanlah hal yang mudah. Perempuan harus dapat bersaing dengan mitranya kaum laki-laki. Menurut Meutia Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI kemampuan yang harus dimiliki perempuan dalam pemilihan kali ini ialah motivasi kuat untuk berjuang, dipilih oleh partai politik sebagai kandidat, dipilih oleh para pemilih dan bekal dana yang memadai merupakan persyaratan yang harus dipenuhi.

Untuk melewati itu perempuan harus mengembangkan kualitas dan kapasitas dirinya baik rasa percaya diri maupun wawasan pengetahuan, meningkatkan cakrawala seni berpolitik seperti membentuk opini, memformulasikan gagasan/pemikiran dan memyampaikan ide dengan tegas, ujar Meutia. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI mengatakan pula  bahwa salah satu kunci keberhasilan perjuangan politik kaum perempuan adalah komitmen kaum perempuan sendiri baik individu maupun sebagai kelompok (organisasi) disamping didukung oleh keikhlasan kaum laki-laki menerima perempuan sebagai mitra dalam kancah politik dan bukan berarti perempuan meminta belas kasihan namun menuntut atau mengingatkan kaum laki-laki akan prinsip kesetaraan hak, ujarnya.

Keberadaan perempuan di parlemen banyak menimbulkan pertanyaan tersendiri. Mampukah perempuan bekerja di parlemen? Akankah dengan keberadaan perempuan di parlemen dapat membawa perubahan?

Dalam kasus yang berbeda menurut sejumlah penelitian yang dilakukan, bahkan juga yang dilakukan lembaga dunia seperti  Bank Dunia menyebutkan bahwa perempuan dalam berbagai posisi secara statistik menunjukkan lebih tidak melanggar hukum dan lebih jujur. Karena itu, muncul harapan, apabila ada lebih banyak perempuan dalam
berbagai posisi penting baik di pemerintahan maupun perusahaan swasta, itu
akan membantu menekan tingkat praktek buruk dan penyalahgunaan wewenang yang merugikan orang banyak. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya harapan perempuan di kancah perpolitikan, perempuan mampu membawa perubahan di parlemen karena perempuan dalam berbagai posisi secara statistik menunjukkan lebih tidak melanggar hukum dan lebih jujur.

Tapi itu bukan merupakan harga mati bagi sifat dan keberadaan perempuan secara umum. Menurut Dr Francisia Seda, pengajar sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Indonesia, upaya memperbanyak wakil perempuan di
lembaga legislatif jangan dilihat sebagai jaminan bahwa semua perempuan akan
menjadi lebih baik dibandingkan dengan laki-laki. "Perempuan juga heterogen,
sama seperti laki-laki, tetapi yang penting adalah mencari yang baik," papar
Francisia. Di mana-mana sama, yaitu perempuan pun merupakan kelompok yang heterogen.
"Karena itu, kami sering mengatakan untuk tidak memilih sembarang perempuan.
Mesti dilihat lagi perempuan yang mana dan dari partai seperti apa," papar
Fransisca yang juga Ketua Divisi Perempuan Centre for Electoral Reform (Cetro).

Pendapat ini pula di dukung oleh Debra Mayerson, profesor pendidikan dan tingkah laku dalam organisasi di Universitas Stanford, seperti dikutip The Christian Science
Monitor csmonitor.com, terdapat pandangan yang berseberangan apakah
perempuan akan membawa perbedaan perspektif dalam menjalankan perusahaan
karena pengalaman hidup mereka sebagai orang yang melahirkan keturunan dan memelihara kehidupan.

"Sebagian berargumentasi bahwa perempuan akan membawa perspektif berbeda
karena pengalaman perempuan sebagai pemelihara kehidupan, tetapi juga ada
perspektif lain yang tidak melihat bahwa perempuan dan laki-laki akan
berbeda," tutur Mayerson.

            Dalam beberapa argumentasi di atas, sedikit terjawab persektif perempuan di parlemen. Mampukah perempuan berada di parlemen, dan bersaing dengan kaum pria? Dapat diartikan mampu karena dengan karakteristik perempuan yang dapat membawa perubahan. Tetapi hal tersebut tidak bisa dijadikan harga mati karena pada dasarnya perempuan juga merupakan makhluk heterogen sama seperti laki-laki.

 


1 komentar:

adhesian mengatakan...

Maka, baik buruknya seseorang tidak bisa dikaitkan dengan jenis kelaminnya.. Setiap laki-laki atau perempuan, memiliki potensi untuk menjadi baik atau buruk...